Pohon jabon kini dianggap bernilai jual tinggi sebagai bahan baku bangunan. Selain itu pertumbuhannya dianggap cepat setiap tahun dengan volume kayu sekitar 0,9 meter kubik dan ketinggian hingga 20 meter hingga 25 meter. Keunggulan lainnya, dianggap tahan terhadap serangan hama. Konon setelah lima tahun saat panen, setiap pohon bisa senilai sekitar satu juta, bahkan lebih.
Itulah salah salah satu jualan investasi digagas PT Global Media Nusantara (GMN) bermarkas di Bandung Jawa Barat. Paket investasi ini menawarkan penanaman pohon jabon sebagai jualannya. Jabon dikelola oleh petani dikkordinasi PT GMN dengan sistem sewa lahan atau lahan dimiliki sendiri. Investor bisa mengecek kondisi pohonnya dengan cara bisa langsung ke lokasi atau melalui jaringan Internet.
Paket investasi ditawarkan beragam, mulai sekitar Rp 500 ribu hingga ratusan juta rupiah. Salah satu paketnya senilai Rp 70 juta, biaya itu setelah lima tahun akan menjadi Rp 400-an juta dari penjualan jabon telah ditanamkan dan program lainnya. Bila dihitung manual, pertumbukan investasi itu dalam lima tahun sekitar 400 persen dari modal awal. Sebagai jaminan hukum, PT. GMN mengikutsertakan notaris saat penyerahan uang oleh kedua pihak, antara investor dan PT. GMN.
Pengamat agrobisnis F. Rahardian mengatakan tingginya nilai pendapatan dari investasi itu dianggap terlalu besar. "Makin tinggi nominal modal, keuntungannya makin rendah. Semakin rendah nominalnya, keuntungan akan semakin tinggi. Dengan modal sebesar itu dan penghasilan sebesar itu, tidak mungkin," kata Rahardian saat ditemui merdeka.com Kamis pekan lalu di kantornya, kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
Rahardian menceritakan bisnis serupa pernah marak padsa awal 2000-an. Dia menuturkan PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR) dulu menawarkan sitem investasi bagi hasil budidaya pertanian. Investor diminta menyerahkan modal dan akan mendapatkan untung 20-30 persen dalam jangka waktu tertentu dan sesuai paket dipilih investor.
Dalam berbagai sumber didapatkan merdeka.com, PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR) selama 1998-2003 berhasil menghimpun anggota sampai 6.800 orang dengan dana mencapai Rp 500 juta. Namun, sistem PT. QSAR itu menggunakan hitungan bulan dalam mengembalikan dana investor melalui anggaran didapatkan dari anggota baru.
Menurut Rahardian, modus investasi agrobisnis berkembang saat ini berbeda. Namun, dia enggan menjelaskan perbedaan itu. "Saya tidak pernah mau berdebat, mempermasalahkan detail penghitungan investasi jabon dan prospek dijanjikan oleh pemilik lembaga," ujarnya.
Dia menegaskan yang mengganjal dalam bisnis investasi ditawarkan PT. GMN adalah masalah jaminan hukum. "Kalau saya menyerahkan uang ke sebuah PT, saya harus memperoleh imbalan saham. Itu berarti PT tersebut harus sudah berstatus Tbk yang dikeluarkan oleh BKPM."
Jadi, selama PT GMN hanya menarik uang publik tanpa jaminan hukum, itu penipuan. "Notaris hanya pencatat, bukan penjamin dari segi hukum," kata Rahardian.
Friday, April 12, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment